1. Desain Eksterior View 1
Delapan
Menatap Masa Depan
pendiri yang delapan, melakukan persiapan, menuju masa depan, mewujud di gedung delapan...
Gedung Perpustakaan
milik Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya ini dirancang berdasar pada
sejarah Unipa yang pada awalnya dirintis oleh delapan orang pendiri. Maka tidak
mengherankan jika angka 8 seakan menjadi angka keramat yang masih sangat
dipegang teguh hingga sekarang. Bahkan, gedung perpustakaan inipun akan dinamai
sebagai Gedung 8.
Dari
sinilah, angka 8 menjadi ide dasar yang demikian kuat dalam perancangan gedung
ini. Akan tetapi, arsitek tidak memakai bentuk angka 8 tersebut secara literal,
namun justru dicari esensi yang mendasar dari angka 8 itu sendiri, yang akhirnya
menemukan bahwa angka delapan memiliki karakter yang menerus (continuous), bersifat dinamis, serta
tanpa awal dan akhir. Agar tidak terjebak pada simbolisme yang dangkal, maka
angka delapan tersebut dijadikan pijakan dengan melihat pada kekuatan grafis-visualnya,
yaitu bentuknya yang melingkar, simetris dan unik.
Berdiri di
atas lahan seluas 19 X 32,50 meter persegi, perpustakaan ini menjadi bangunan
yang menonjol di kompleks kampus Unipa. Bentuk bangunan yang berbeda dengan
bangunan lain di lingkungan kampus menjadi momentum yang tepat bagi Unipa untuk
membuat sebuah lompatan ke depan. Menyongsong masa depan yang lebih baik dengan
perpustakaan yang aktif dan dinamis sebagai tempat belajar, berinteraksi dan
berbagi untuk seluruh elemen kampus.
2. Desain Eksterior View 2
Jika
ditelisik lebih dalam, angka 8 juga mengandung unsur ambiguitas atau mendua,
karena bentuknya berupa dua lingkaran yang berhimpit satu sama lain. Dua
lingkaran itu menyatu tapi sekaligus juga terpisah. Konsep inilah yang kemudian
dijadikan ide awal dalam pengolahan massa bangunan.
Pertama,
bagian dasar dari massa bangunan mengambil bentuk angka 8, berupa dua lingkaran
berimpit yang kemudian di-stretch ke
atas. Ambiguitas tersebut berlanjut hingga ke bentuk massa yang tinggi menjulang.
Ambiguitas antara satu dan dua massa: terlihat sebagai satu massa, tetapi
seakan terbelah menjadi dua massa. Belahan antar massa yang berada di tengah bangunan dijadikan
sebagai rongga untuk memberi pencahayaan yang lebih banyak kepada ruang-ruang
dalamnya. Masih ditambah lagi dengan roof
top yang juga berbahan kaca guna mendukung pencahayaan yang lebih optimal. Pada
sisi barat gedung, bukaan dibatasi agar tidak terlalu banyak untuk melindungi ruang-ruang
bangunan dari paparan panas matahari. Sedangkan pada sisi utara dan selatan
bukaan kaca justru dibuat lebih lebar.
Kedua, ambiguitas
antara delapan lantai atau dua kali lipatnya. Ini memang dilakukan untuk
memasukkan unsur angka 8 meskipun sebetulnya bangunan ini tidak benar-benar
setinggi 8 lantai. Setiap lantainya dibuat split-level
setinggi 3 meter untuk mendapatkan ruang yang lebih luas, sehingga tinggi total
tiap lantai menjadi 6 meter. Secara vertikal, pembagian delapan zona sebagai
berikut:
Bagian
paling bawah adalah ground zone,
didapat dari massa bangunan perpustakaan yang sengaja diangkat dari tanah
dasarnya, sehingga membentuk ruang besar di bagian bawah, yang bisa digunakan
sebagai public space, merupakan sarana
untuk berinteraksi dan bersosialisasi oleh para mahasiswa Unipa dan seluruh
civitas akademika-nya. Di area ini juga terdapat mini museum yang menampilkan fragmen-fragmen sejarah berdirinya
Unipa dan perkembangannya sampai sekarang. Di atas ground zone adalah lantai 1 sebagai area transisi, lantai 2 untuk
auditorium, lalu lantai 3, 4, 5 dan 6 sebagai area koleksi buku yang jumlahnya mencapai
36.000 eksemplar. Lantai 7 difungsikan sebagai kantor pengelola dan broadcasting, sedangkan lantai 8 merupakan
zona maintenance.
3. View Dari Jalan Tol Waru Juanda
Posisi
gedung perpustakaan Unipa ini sangat strategis, bukan hanya di lingkungan internal
kampus ini, tetapi juga punya potensi besar untuk dijadikan penanda lingkungan
kawasan tempatnya berada. Karena sosoknya yang monumental berupa tower dengan tinggi hampir mencapai 60
meter, maka juga terlihat dengan mudah dari jalan bypass Waru-Surabaya ataupun jalan Tol Waru-Juanda. Dengan demikian, gedung perpustakaan ini bisa menjadi
ikon bagi lingkungan sekitar, sehingga Unipa makin dikenal oleh masyarakat luas.
Maka, gedung ini ditampilkan dengan kesan sebagai menara vertikal untuk
menunjukkan citra Unipa yang sudah bertransformasi menjadi perguruan tinggi
yang semakin maju dan berkembang.
Meskipun
tidak sangat tinggi, tapi bangunan ini cukup unik. Bentuknya menunjukkan
tampilan masa kini dan sculptural, karena
bidang sisinya dibuat menerus seakan tanpa sambungan dan berkesan monolith dengan clading wall berupa bilah-bilah trapesium memanjang, bagian
ujungnya dibuat meruncing diagonal untuk memperkuat kesan monumental. Dalam
kompleks kampus Unipa, gedung perpustakaan ini terlihat sangat berbeda dengan
massa-massa bangunan lain di Unipa yang masih konvensional. Dalam konteks
lingkungan juga mampu menjadi penanda yang cukup signifikan.
7. Lobby View 3
Untuk akses
masuk menuju ke bangunan perpustakaan ini, diberi ramp yang cukup lebar untuk menangkap pengunjung yang datang dari
jalur utama kampus. Arahnya diambil dari sudut yang tepat, agar pengunjung bisa
masuk dengan cara yang nyaman dan halus, tergiring secara tidak disadari. Bagian
dasar perpustakaan dibuat lebih tinggi dua meter dari jalan di depannya. Lalu
pengunjung akan memasuki area ground zone
atau public space. Di atasnya lagi
terdapat area transisi yang juga berfungsi sebagai lobby perpustakaan. Di lobby
ini, perabot rata-rata menggunakan warna pastel yang soft, lalu tempat duduk diberi aksen warna hijau muda yang
mencolok, sehingga ruang tidak berkesan monoton. Lantai diberi sentuhan warna
kayu, yang membuat suasana ruang menjadi lebih hangat dan akrab.
Tangga
menuju ke auditorium dibuat berbentuk melingkar, yang berawal dari unsur
dinamis angka 8. Ruang auditorium sendiri berupa ruang besar dengan pencahayaan
dari sela lubang-lubang perforated steel
panel, memberi efek yang lebih dramatis. Berikutnya, interior ruang-ruang
baca dan ruang koleksi buku juga memakai bentuk-bentuk yang berkonsep dinamis
dan kontinyu yang berdasar pada angka delapan, antara lain dengan bentuk yang
lengkung dan lingkaran yang mendominasi plafon ruang dalam. Dengan adanya
lingkaran-lingkaran tersebut, maka akan memecah kesan kaku dan persegi pada
bangunan ini, ruang menjadi terlihat ada sentuhan unsur plastis dan elastis. Sedangkan
perabot-perabotnya memakai bentukan yang simple
dan ringan, menyesuaikan dengan suasana ruang yang terjadi.
8. Lobby View 4
Secara
umum, interior perpustakaan Unipa ini dibuat dengan karakter yang lebih
kontemporer dan mengkini, menonjolkan bentuk yang berupa bidang-bidang tipis dan
ringan, juga dengan material yang berkesan smooth
dan mengkilat.
Suasana ruang
dalam memang dibuat lebih bernuansa homy
dan intim, sehingga terasa menyenangkan dan nyaman bagi pengunjung untuk
melakukan kegiatan apapun di perpustakaan ini, seperti membaca, belajar, berdiskusi
dan lain-lain. Plafon yang pendek memberi kesan akrab dan dekat, yang diimbangi
dengan luasan ruang yang memadai dan lega. Bahkan di bagian skydeck terdapat ruang ramai atau caf outdoor, sehingga perpustakaan ini
tidak hanya sebagai tempat kegiatan membaca atau keilmuan saja, tetapi juga
bisa menampung fungsi-fungsi yang lain juga. Hal ini untuk lebih menarik para mahasiswa
Unipa agar senang, bergembira dan bangga ketika mengunjungi perpustakaan
kampusnya.
Nama Proyek: Gedung 8 Perpustakaan Universitas Adi Buana Surabaya
Lokasi Proyek: Kampus Universitas Adi Buana Surabaya, Jl. Dukuh Menangal XII Surabaya
Luas Tanah/Bangunan: 600/4800 m2
Tahun Perencanaan: 2014
Arsitek: Abdi Manaf. R, ST dan Andy Rahman. A, ST. IAI
Desainer Interior: Anindita Caesarayi Putri, ST dan Imam Prasetyo, ST
Teks: Anas Hidayat