19. Normal Eye View Malam
Masjid yang terletak di desa Kohod, Tanjung Burung - Tangerang ini merupakan
masjid yang dimiliki oleh Majelis Zikir
Assamawaat. Majelis ini sudah memiliki lahan yang lokasinya berada di
tengah-tengah tambak, rencananya masjid ini dibangun di atas hamparan air yang
luas itu.
Pihak Majelis pada
awalnya sudah punya konsep segidelapan, dan ingin agar konsep itu diterapkan
dalam desain. Namun, konsep ini diterjemahkan tidak secara literal, dibuat secara lebih konseptual dan kontekstual.
Karena jika dipahami secara literal, bentuk segidelapan tentunya kurang optimal
dalam pemanfaatan ruang, akan ada ruang-ruang sisa yang “terbuang”.
18. Normal Eye View
Tanpa Kubah
Masjid Assamawaat direncanakan dibuat tanpa kubah. Seperti kita ketahui, kubah
menjadi ciri masjid di dunia yang paling dikenal dan paling populer. Meskipun
demikian, kubah bukanlah sesuatu yang wajib ada. Justru orientasinya ke arah qiblat yang menjadi syarat wajib sebuah Masjid.
Ada beberapa contoh masjid yang tidak memakai kubah, seperti masjid Assyafah di
Singapura dan Masjid Faisal di Pakistan, di Indonesia ada Masjid Salman ITB dan
Masjid Al-Irsyad di Bandung.
Menurut seorang pemikir Islam bernama Ismail Serageldin
(1990), ada 5 pendekatan dalam perancangan arsitektur Masjid, yaitu: Pendekatan
Popular/Vernacular, Pendekatan Traditional, Pendekatan Populist, Pendekatan Adaptive Modern, dan pendekatan Modernist.
Dalam pendekatan popular/vernacular,
masjid yang memang dibuat oleh para pembangun lokal (traditional builder), contohnya Masjid Yaama di Niger dan Masjid
Niono di Mali. Pendekatan traditionalist,
dibuat oleh arsitek dengan menggunakan kaidah arsitektur tradisional, termasuk
teknik dan proporsinya, seperti masjid di New Gourna, Mesir oleh Hassan Fathy.
Pendekatan populist, ketika kita
menemui masjid yang kelihatannya ada semantic
disorder (ketidakteraturan makna), tetapi tak masalah bagi penggunanya,
contohnya Masjid Bhong di Pakistan. Pendekatan adaptive modern, masjid modern sebagai gema dari bentukan tradisional,
contohnya Masjid Said Naum, Jakarta. Pendekatan modernist yaitu memisahkan diri dari yang tradisional, misalnya Sherefudin’s White Mosque di Visoko, Bosnia-Herzegovina.
Masjid Assamawaat ini
memakai pendekatan Modernist, dalam
arti ingin membuat pemisahan dari yang tradisional (tajug atau kubah).
Bentuknya berupa kotak yang ambigu. Pertama, kotak sebagai bentukan platonic solid yang simple dan fungsional. Kedua, kotak sebagai analogi Ka’bah yang
memang juga berbentuk kotak/kubus.
17. Bird Eye View
Perlambang Ka’bah
Bentuk masjid menggunakan analogi Ka’bah, karena Majelis Zikir Assamawaat ini juga menggunakan lambang Ka’bah, maka
elemen inilah yang dieksplor lebih jauh. Agar kesan Islami menjadi lebih kuat,
maka bagian sisi luar façade bangunan
masjid dihias dengan ornamen arabes (arabesque)
yang berciri Islam. Jadi, tradisi islam sebetulnya bukan hanya pada penggunaan kubah,
tetapi di sini lebih ditekankan pada ornamennya yang menghiasi bidang-bidang façade masjid.
Bagian Mihrab masjid didesain terbuka dan pada
orientasi qiblat diberi bentukan Ka’bah
yang diperkecil, tetapi dengan proporsi seperti aslinya. Ka’bah kecil sebagai
orientasi qiblat ini diletakkan di atas kolam di sisi barat masjid. Ka’bah kecil
ini posisinya dibuat agak miring sehingga jama’ah bisa melihat miniatur Ka’bah
secara perspektif dan lebih terasa efek tiga dimensinya, sehingga semakin
membuat para jamaah menjadi lebih khusyu’ dalam beribadah. Ini juga merupakan
TOR spesifik dari majelis bahwa di mihrab harus ada gambar Ka’bah, dan di sini
justru diwujudkan secara tiga dimensional.
20. Normal Eye View
Jalan Thawaf: Keseimbangan Ritual-Sosial
Masjid merupakan pusat kegiatan spiritual dengan ritual ibadah yang
dilakukan di dalamnya. Namun, masjid juga punya fungsi sosial, yakni menjadi
tempat orang-orang sekitar untuk berinteraksi. Untuk memperkuat sisi sosial
ini, maka di sekeliling masjid diberi jalan memutar yang melingkari masjid.
Jalan ini berupa cor-coran beton denga lebar sekitar 4 meter.
Sebenarnya, ide ini juga berasal dari Ka’bah di Masjidil Haram, yang dikelilingi umat
Islam yang ber-thawaf ketika
melakukan Haji/Umrah. Ada unsur ambigu
juga, antara terinspirasi thawaf dan
juga sebagai jalan setapak keliling. Kedua fungsi itu bisa berjalan beriringan.
Bahwa berada di sekeliling masjid mau tidak mau pasti berada dalam jangkauan aura Masjid itu sendiri. Jadi, ketika
berfungsi sebagai elemen sosial, tempat rekreasi, melihat-lihat pemandangan, memancing,
bermain dan lain-lain, tetap berada dalam jangkauan ibadah di Masjid.
Minaret (menara) masjid Assamawaat menjadi unsur vertikal
sebagai penanda keberadaan masjid. Di menara ini terdapat lubag-lubang jendela
dengan interval yang disesuaikan dengan jumah rekaat sholat, yakni 2 meter, 4
meter, 4 meter, 3 meter dan 4 meter. Posisi menara diatur sedemikian rupa sehingga
terlihat lebih menyatu dengan masjid.
21. Interior Masjid Assamawaat
Fleksibilitas Ruang Mikro-Makro
Hubungan ruang mikro (di dalam dan sekitar masjid) dan ruang makro (di
luar masjid) menjadi lebih erat dengan bukaan lebar ke arah timur. Ketika Majelis Zikir Assamawaat mengadakan
acara yang besar, maka area masjid ini bisa menjadi luas, bahkan bisa sampai ke
area taman yang ada di depannya.
Lantai ruang utama memakai lantai kayu jati, yang memang
sudah dimiliki oleh pihak majelis. Sedangkan decking serambi menggunakan kayu ulin. Ruang dalam masjid ini tidak
menggunakan air conditioner (AC), karena lokasinya yang terbuka dan ada banyak
air di sekelilingnya sebagai natural
cooling. Tempat wudlu wanita diposisikan di sebelah kiri, sedangkan tempat
wudlu laki-laki di sebelah kanan, ini dimaksud agar tempat wudlu tidak
mengganggu terwujudnya ruang mikro-makro dari masjid ini.
Bibliografi
Serageldin, Ismail (1990) Contemporary
Expression of Islam in Buildings: The Religious and The Secular dalam Proceeding of International Seminar sponsored
by The Aga Khan Award for Architecture and The Indonesian Institut of
Architects, Jakarta and Yogyakarta, 15 – 19 October 1990
Nama Proyek: Masjid Assamawaat
Lokasi Proyek: Desa Kohod Tanjung Burung, Tangerang Selatan
Luas Tanah/Bangunan: 10.000/1.550 m2
Tahun Perencanaan: 2016
Arsitek Prinsipal: Andy Rahman. A, ST. IAI
Arsitek: Imam Prasetyo, ST
Desainer Interior: Yan Saniscara
Teks: Anas Hidayat, ST, MT